Judul : Memori
Penulis : Windry Ramadhina
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 301 Halaman
ISBN : 9789797805623
Sinopsis :
Cinta itu egois, sayangku.
Dia tak akan mau berbagi.
Dan seringnya, cinta bisa berubah jadi sesuatu yang jahat. Menyuruhmu berdusta, bekhianat, melepas hal terbaik dalam hidupmu. Kau tidak tahu sebesar apa taruhan yang sedang kau pasang atas nama cinta. Kau tidak tahu kebahagiaan siapa saja yang sedang berada di ujung tanduk saat ini.
Kau buta dan tuli karena cinta. Kau pikir kau bisa dibuatnya bahagia selamanya. Hrusnya kau ingat, tak pernah ada yang abadi di dunia - cinta juga tidak. Sebelum kau berhasil mencegah, semua yang kau miliki terlepas dari genggaman.
Kau pun terpuruk sendiri, menangisi cinta yang akhirnya memutuskan pergi.
--------------
Dari membaca sinopsis diatas, rasanya cerita yang akan disajikan buku ini penuh dengan kepedihan dan hal-hal melow tentang cinta. Tetapi ketika akhirnya selesai membaca keseluruhan penilaian awal itu benar-benar salah.
Bercerita tentang seorang arsitektur perempuan bernama Mahoni, yang bekerja di Virginia. Namun satu telepon mengubah semuanya, dimana dia akhirnya kembali ke Indonesia dan seakan terjebak oleh situasi dan tidak bisa kembali ke Virginia.
Berawal dari masalah keluarga, yang ternyata menciptakan dampak terhadap pemikirannya tentang cinta. Tentang kepercayaan, tentang rasa sakit hati dan dendam, tentang waktu yang terus mengalir dan mau tak mau menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi.
Mahoni, bertemu kembali dengan seorang lelaki dari masa lalunya yang mau tak mau membangkitkan kembali kenangannya. Hingga akhirnya lelaki itu membuatnya merasakan bagaimana berada posisi seseorang yang selama ini dibencinya, dan itu membuka matanya akan situasi yang selama ini sebenarnya hanya pikirannya saja, bukan sebuah kenyataan.
Dan kembali ke Indonesia yang awalnya disangka sebagai keputusan yang salah diakhir perjalanan keputusan itu menjadi keputusan yang paling tepat.
***
Suka dengan ceritanya, walau mungkin tertebak bagaimana endingnya. Tetapi bagaiamana cara menulis menggiring pembaca untuk terus menikmati setiap untai cerita benar-benar memikat.
Dimulai dengan konflik keluarga dan bagaimana sedikit demi sedikit segalanya harus dihadapi. Menjadi dewasa terkadang itu bukan sebuah label tetapi bagaimana menghadapi masalah dan mengambil keputusan yang tidak hanya memikirkan diri sendiri.
Mahoni mungkin bisa saja menolak untuk tetap tinggal di Indonesia tetapi disitulah ditunjukkan bagaimana dewasanya Mahoni, walau semua tidak mudah dan tidak selalu dengan mulus dihadapi.
Salah satu contoh yang menunjukkan bahwa apa yang terjadi dalam keluarga atau apa yang ditunjukkan oleh orang tua bisa menjadi patokan jalan pemikiran seorang anak. Yup, bagaimana mahoni memandang tentang percintaan dan kesetiaan begitu rapuh. Hal itu karena Mae, ibunya, yang selalu menunjukkan bahkan mengatakan padanya bahwa cinta itu tak selamanya, tidak abadi. Mae, mengajak Mahoni untuk ikut terpuruk bersamanya, merasakan sakitnya, bahkan bisa dikatakan mendoktrin Mahoni. Kehidupan rumah tangganya yang tidak berjalan dengan mulus, hingga bagaimana sakit hatinya pada seseorang yang akhirnya menikah dengan ayah Mahoni, mantan suaminya, semua ditunjukkan pada Mahoni.
Sehingga mau tak mau Mahoni hanya bisa melihat satu sudut pandang dan menerimanya begitu saja. Tetapi memang kadang kita harus merasakan apa yang dialami oleh seseorang terlebih dahulu sebelum akhirnya bisa memberikan penilaian. Mahoni yang akhirnya merasakan "posisi" orang yang dibencinya merasakan bahwa apa yang dipikirkannya selama ini adalah salah, begitu juga ketika akhirnya ia mendapati pilihan sikap yang ditunjukkan oleh orang yang seharusnya marah kepadanya tetapi ternyata memilih untuk berdamai dengan keadaan.
Suka dengan sikap Sofia, yang mungkin bisa saja terpuruk seperti Mae, tetapi tidak ia memilih untuk menerima semuanya dengan lapang dada. Seperti apa yang dikatakan Sofia, "Aku tidak ingin hubungan kami berakhir meninggalkan rasa benci. Aku ingin percaya bahwa kami memang pernah memiliki sesuatu, bahwa perasaannya kepadaku sungguh-sungguh. Dengan begitu, yang akan tersisa nanti untukku adalah kenangan manis."
Ini buku ke dua dari Windry yang aku baca setelah Orange, dan sepertinya cerita yang dipaparkan makin matang. Tidak hanya romance menye-menye tetapi konflik yang cukup complicated tapi juga disuguhkan jalan keluar yang begitu dewasa.
Dan nggak lupa, covernya aku sukaaaa >,< terlebih setelah selesai membaca makin suka karena begitu menggambarkan apa isi buku ini. :)
4,5 / 5 Bintang untuk perjalanan Mahoni, kesetiaan Simon, ketegaranSofia dan tak lupa Sigi yang 'lugu' tp juga dewasa :)
Oh, ini pengarangnya Orange ya juga ya? Pantes kayak pernah denger..
ReplyDeleteHihi, karena Orange aja bagus, aku yakin yg ini juga sama bagusnya :D
hu um, sesuai ekspektasi nih... emang bagus bgt.. :)
Delete