Tuesday, October 7, 2014

Our Story

Membayangkan masa SMA, terkadang saya teringat sebuah lagu yang penggal liriknya mengatakan bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah. Masa di mana saat jalan-jalan ke Mall tak lagi didampingi oleh orang tua, hahahaha. Itu sih salah satunya yang saya ingat. :D

Tapi apa iya, semua merasakan masa SMA yang indah?

Saat membaca buku Orizuka ini, saya menilik kembali kehidupan SMA saya. Dan membuat saya bersyukur memiliki masa SMA yang indah.



Judul : Our Story
Penulis : Orizuka
Penerbit :Aurhorized Books
Tebal : 235 Halaman
ISBN : 978 602 96894 1 9
Cetakan : Ketiga 2013

Sinopsis :

Masa SMA.
Masa yang selalu disebut sebagai masa paling indah, tapi tidak bagi anak-anak SMA Budi Bangsa.

SMA Budi Bangsa adalah sebuah SMA di pinggiran ibukota, yang terkenal dengan sebutan SMA pembuangan sampah karena segala jenis sampah masyarakat ada di sana.

Preman. Pengacau. Pembangkang. Pembuli. Pelacur.

Masuk dan pulang sekolah sesuka hati.
Guru-guru honorer jarang masuk dan memilih mengajar di tempat lain. Angka drop out jauh lebih besar daripada yang lulus.

Sekilas, tidak ada masa depan bagi anak-anak SMA Budi Bangsa, bahkan jika mereka menginginkannya.

Masa SMA bagi mereka hanyalah sebuah masa suram yang harus segera dilewati.

Supaya mereka dapat keluar dari status ‘remaja’ dan menjadi ‘dewasa’. Supaya tak ada lagi orang dewasa yang bisa mengatur mereka. Supaya mereka akhirnya bisa didengarkan.

Ini, adalah cerita mereka.

***

Buku ini berkisah tentang kehidupan SMA di sekolah yang Budi Bangsa, dimana karena kesalahan mendaftar akhirnya Yasmine, seorang gadis pindahan dari Amerika sekolah di SMA ini. Mungkin tidak ada anehnya seorang anak dari Amerika kemudian pindah ke Indonesia dan bersekolah layaknya anak lainnya. Namun Orizuka kali ini menampilkan sesuatu yang menarik. Yasmine harus masuk sekolah Budi Bangsa yang merupakan sekolah “sampah”.

Walau awalnya saya sempat merasa lucu, kenapa bisa sampai fatal begitu salahnya dan kenapa Yasmine nekad saja masuk. Tidak memilih untuk kembali saja dan kemudian mempertanyakan kenapa ia dimasukkan kesekolah “sampah” tersebut.

Tapi memang dari sinilah cerita dimulai dan pelajaran mulai diceritakan.

Yasmine ternyata bukan satu-satunya murid “normal” yang ada disekolah itu, masih ada Ferris. Namun berbeda dengan Yasmine yang ‘tidak sengaja’ masuk ke sekolah itu, Ferris masuk sekolah itu karena pilihannya sendiri.

Selain mereka berdua awalnya begitu digambarkan bahwa teman-teman mereka tidak memiliki masa depan yang baik.

Saat membaca buku ini banyak pertanyaan yang mengiringi tetapi kemudian terjawab satu demi satu. Hal ini yang benar-benar membuat aku suka buku ini. Saya dibuat sangat berat untuk meletakkan buku ini sebelum benar-benar menyelesaikannya.

Pertanyaan yang mungkin sering ditanyakan sebagian besar orang ketika mendapati sekolah yang disebut sekolah buangan dimana muridnya terdiri dari anak-anak nakal adalah “mengapa mereka tetap saja masuk sekolah walau mungkin lebih sering bolos? Lulus atau tidak toh mereka seperti sudah tidak lagi peduli.”

“Karena datang ke sekolah adalah satu-satunya hal yang bikin gue merasa gue masih tujuh belas tahun.”

Jika dipikirkan, bukankah tidak ada orang yang menginginkan dirinya menjadi “sampah”. Walau tidak bisa menyalahkan sepenuhnya terhadap keadaan tetapi ketika akhirnya orang disekitar mulai menjauh dan kemudian lepas tangan itu juga bisa menjadikan mereka yang awalnya berpengharapan harus menguburkan harapannya dalam-dalam hingga menerima diri mereka sebagai “sampah”.

“Kita nggak bisa bergantung sama orang dewasa. Orang dewasa nggak selalu benar.”

Selain tentang bagaimana mereka bersekolah, tetapi juga tentang hubungan satu dengan yang lainnya yang mulai terjalin. Walau mungkin awalnya tidak sengaja atau tanpa disadari. Bagaimana akhirnya Yasmine begitu dekat dengan Nino juga antara Ferris dan Mei.

“Lo nggak mau ngomong apa-apa soal bokap gue?”
“Ngomong apa?”
“Nggak tau. Hal yang biasanya orang omongin sama anak napi, kaya’ misalnya, anak napi itu udah pasti mewarisi kejahatan orang tuanya?”
“Kenapa gue harus ngomong gitu?”
“Karena gue anak napi! Lo normalnya nggak mau deket-deket anak napi, kan?”
“Hah? Kenapa harus gitu? Lo anak napi bukan berarti lo juga napi kan?”

Banyak kejutan disuguhkan secara apik oleh Orizuka dalam buku ini. Mulai dari tentang persahabatan, keluarga, juga segala pengorbanan, pengharapan, kekecewaan hingga akhirnya mereka saling bergandeng tangan satu sama lain untuk saling menguatkan.

Pembelajaran penting untuk tidak menjudge begitu saja seseorang. Seburuk apapun orang itu, kita tidak pernah tau apa alasan sebenarnya, hingga bisa mengatakan kita lebih baik dari mereka.

Saya paling suka dengan kedekatan ‘tanpa rencana’ yang terjadi antara Nino dan Yasmine. Kepolosan Yasmine dan sifat posesif Nino membuat beberapa hal jadi terlihat begitu lucu tetapi menarik.

“Kenapa lo suruh Anwar mata-matain gue?” tanya Yasmine to the point, membuat Nino mati kutu.

Saya sangat suka dengan buku Orizuka ini, walau mungkin saya terlambat membacanya. Tetapi tidak ada kata "terlambat" untuk menikmati setiap apa yang disuguhkan dalam buku ini. Banyak hal yang mungkin selama ini tidak terpikirkan, atau mungkin menjadi pertanyaan saat duduk dibangku sekolah sedikit banyak terjawab dalam buku ini. Menghadirkan cerita dengan setting yang berbeda, dan belum banyak ada. Konfliknya mungkin biasa namun dikemas dengan baik hingga menghadirkan rasa penasaran tersendiri.


4,5 (4 di GR) / 5 Bintang untuk Nino. :)

No comments:

Post a Comment