Membayangkan masa SMA, terkadang
saya teringat sebuah lagu yang penggal liriknya mengatakan bahwa masa SMA
adalah masa yang paling indah. Masa di mana saat jalan-jalan ke Mall tak lagi
didampingi oleh orang tua, hahahaha. Itu sih salah satunya yang saya ingat. :D
Tapi apa iya, semua merasakan
masa SMA yang indah?
Saat membaca buku Orizuka ini,
saya menilik kembali kehidupan SMA saya. Dan membuat saya bersyukur memiliki
masa SMA yang indah.
Judul : Our Story
Penulis : Orizuka
Penerbit :Aurhorized
Books
Tebal : 235 Halaman
ISBN : 978 602 96894 1
9
Cetakan : Ketiga 2013
Sinopsis :
Masa SMA.
Masa yang selalu disebut sebagai masa paling indah, tapi
tidak bagi anak-anak SMA Budi Bangsa.
SMA Budi Bangsa adalah sebuah SMA di pinggiran ibukota, yang
terkenal dengan sebutan SMA pembuangan sampah karena segala jenis sampah
masyarakat ada di sana.
Preman. Pengacau. Pembangkang. Pembuli. Pelacur.
Masuk dan pulang sekolah sesuka hati.
Guru-guru honorer jarang masuk dan memilih mengajar di
tempat lain. Angka drop out jauh lebih besar daripada yang lulus.
Sekilas, tidak ada masa depan bagi anak-anak SMA Budi
Bangsa, bahkan jika mereka menginginkannya.
Masa SMA bagi mereka hanyalah sebuah masa suram yang harus
segera dilewati.
Supaya mereka dapat keluar dari status ‘remaja’ dan menjadi
‘dewasa’. Supaya tak ada lagi orang dewasa yang bisa mengatur mereka. Supaya
mereka akhirnya bisa didengarkan.
Ini, adalah cerita mereka.
***
Buku ini berkisah tentang
kehidupan SMA di sekolah yang Budi Bangsa, dimana karena kesalahan mendaftar
akhirnya Yasmine, seorang gadis pindahan dari Amerika sekolah di SMA ini.
Mungkin tidak ada anehnya seorang anak dari Amerika kemudian pindah ke
Indonesia dan bersekolah layaknya anak lainnya. Namun Orizuka kali ini
menampilkan sesuatu yang menarik. Yasmine harus masuk sekolah Budi Bangsa yang
merupakan sekolah “sampah”.
Walau awalnya saya sempat merasa
lucu, kenapa bisa sampai fatal begitu salahnya dan kenapa Yasmine nekad saja
masuk. Tidak memilih untuk kembali saja dan kemudian mempertanyakan kenapa ia
dimasukkan kesekolah “sampah” tersebut.
Tapi memang dari sinilah cerita
dimulai dan pelajaran mulai diceritakan.
Yasmine ternyata bukan
satu-satunya murid “normal” yang ada disekolah itu, masih ada Ferris. Namun
berbeda dengan Yasmine yang ‘tidak sengaja’ masuk ke sekolah itu, Ferris masuk
sekolah itu karena pilihannya sendiri.
Selain mereka berdua awalnya
begitu digambarkan bahwa teman-teman mereka tidak memiliki masa depan yang
baik.
Saat membaca buku ini banyak
pertanyaan yang mengiringi tetapi kemudian terjawab satu demi satu. Hal ini
yang benar-benar membuat aku suka buku ini. Saya dibuat sangat berat untuk
meletakkan buku ini sebelum benar-benar menyelesaikannya.
Pertanyaan yang mungkin sering
ditanyakan sebagian besar orang ketika mendapati sekolah yang disebut sekolah
buangan dimana muridnya terdiri dari anak-anak nakal adalah “mengapa mereka
tetap saja masuk sekolah walau mungkin lebih sering bolos? Lulus atau tidak toh
mereka seperti sudah tidak lagi peduli.”
“Karena datang ke
sekolah adalah satu-satunya hal yang bikin gue merasa gue masih tujuh belas
tahun.”
Jika dipikirkan, bukankah tidak
ada orang yang menginginkan dirinya menjadi “sampah”. Walau tidak bisa
menyalahkan sepenuhnya terhadap keadaan tetapi ketika akhirnya orang disekitar
mulai menjauh dan kemudian lepas tangan itu juga bisa menjadikan mereka yang
awalnya berpengharapan harus menguburkan harapannya dalam-dalam hingga menerima
diri mereka sebagai “sampah”.
“Kita nggak bisa
bergantung sama orang dewasa. Orang dewasa nggak selalu benar.”
Selain tentang bagaimana mereka
bersekolah, tetapi juga tentang hubungan satu dengan yang lainnya yang mulai
terjalin. Walau mungkin awalnya tidak sengaja atau tanpa disadari. Bagaimana
akhirnya Yasmine begitu dekat dengan Nino juga antara Ferris dan Mei.
“Lo nggak mau ngomong
apa-apa soal bokap gue?”
“Ngomong apa?”
“Ngomong apa?”
“Nggak tau. Hal yang
biasanya orang omongin sama anak napi, kaya’ misalnya, anak napi itu udah pasti
mewarisi kejahatan orang tuanya?”
“Kenapa gue harus ngomong gitu?”
“Karena gue anak napi! Lo normalnya nggak mau deket-deket anak napi, kan?”
“Kenapa gue harus ngomong gitu?”
“Karena gue anak napi! Lo normalnya nggak mau deket-deket anak napi, kan?”
“Hah? Kenapa harus
gitu? Lo anak napi bukan berarti lo juga napi kan?”
Banyak kejutan disuguhkan secara
apik oleh Orizuka dalam buku ini. Mulai dari tentang persahabatan, keluarga,
juga segala pengorbanan, pengharapan, kekecewaan hingga akhirnya mereka saling
bergandeng tangan satu sama lain untuk saling menguatkan.
Pembelajaran penting untuk tidak
menjudge begitu saja seseorang. Seburuk apapun orang itu, kita tidak pernah tau
apa alasan sebenarnya, hingga bisa mengatakan kita lebih baik dari mereka.
Saya paling suka dengan kedekatan
‘tanpa rencana’ yang terjadi antara Nino dan Yasmine. Kepolosan Yasmine dan
sifat posesif Nino membuat beberapa hal jadi terlihat begitu lucu tetapi
menarik.
“Kenapa lo suruh Anwar
mata-matain gue?” tanya Yasmine to the point, membuat Nino mati kutu.
4,5 (4 di GR) / 5
Bintang untuk Nino. :)
No comments:
Post a Comment