Judul : Badut Oyen
Penulis : Marisa Jaya, Dwi Ratih Ramadhani, Rizky Noviyanti
Penerbit : Gramedia
Tebal : 224 Halaman
ISBN : 978 602 03 0349 9
Sinopsis :
Oyen, si badut kampung, ditemukan
mati gantung diri di kamarnya. Tak seorang pun percaya pria sebaik Oyen bisa
seputus asa itu hingga mengakhiri nyawanya sendiri.
Pihak kepolisian berusaha
mengusut kasusnya dan menemukan banyak keganjilan dalam kematian pria itu.
Tetapi, ketika tersangka yang dicurigai polisi ditemukan mati mengenaskan,
kasus kematian Oyen kembali tak terpecahkan. Kampung mereka diteror hantu badut
yang menghampiri anak-anak, bahkan mulai meminta korban.
Apa yang sebenarnya terjadi?
***
Cerita diawali dengan
ditemukannya jasad Oyen dalam keadaan tergantung di kamar rumahnya. Bunuh diri,
mungkin itu kesimpulan awal setelah melihat tidak adanya tanda-tanda perlawanan
ataupun hilangnya harta benda. Namun sebagian besar warga kampung yang mengenal
bagaimana Oyen tidak percaya jika Oyen bunuh diri, mereka menduga bahwa Oyen
dibunuh.
Kemudian cerita kembali di saat
Oyen masih hidup dan bagaimana kesehariannya. Penggambaran seorang Oyen yang
tidak mengenal kata putus asa, begitu juga bagaimana ia selalu senang dengan
anak kecil dan berusaha untuk membuat anak-anak tersebut bahagia dengan
kehadirannya sebagai badut. Selain itu Oyen juga digambarkan sebagai orang yang
ringan tangan, walau terkadang mungkin apa yang dilakukan orang padanya justru
membuat dirinya sendiri mendapatkan masalah.
“Tolong, Ni. Kita
membutuhkan sembako itu, tapi anak-anak itu juga membutuhkan aku. Dan sekarang
aku butuh bantuanmu,” Oyen masih memegangi kertas berisi nomor antrean sembako
itu, berharap Suparni mau menerimanya. (Hal. 39)
Segala kebaikan Oyen yang
diceritakan terasa sedikit aneh ketika kemudian setelah kematiannya justru yang
digambarkan adalah adanya hantu perwujudan Oyen yang justru mengganggu
anak-anak kecil, terutama ketika akhirnya ada seorang anak kecil yang
meninggal.
Boneka usangnya
bersandar di dinding dan terduduk di lantai, mengedipkan matanya yang rusak,
dan krayon merah mencoreng bibirnya membentuk senyuman badut. (Hal. 85)
Sampai dengan tengah cerita saya
dibuat menebak-nebak siapa sebenarnya hantu badut Oyen. Apakah benar hantu atau
hanya halusinasi anak-anak atau adakan orang yang menyamar menjadi badut Oyen
yang meneror kampung. Mengapa hantu badut ini begitu kontras dengan sifat dan
sikap Oyen dikeseharian selama ia masih hidup. Benarkan semua yang dilakukan
dimaksudkan untuk balas dendam? Tapi pada siapa?
***
Suatu yang menarik saat menyadari
bahwa buku ini ditulis oleh tiga orang, karena walau mungkin perpindahan antar
bab masih agak kurang halus namun saat membacanya cerita begitu mengalir dan
sama sekali tidak menggambarkan bahwa cerita ini ditulis oleh tiga orang
sekaligus.
Selain itu, kisah yang begitu
berbeda antara Oyen setelah meninggal dan apa yang dilakukan oleh hantu badut
itu juga membuat semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Walau
memang ketika membaca kisah yang berhubungan dengan hantu kadang berbenturan
dengan keyakinan begitu juga saat membaca buku ini, meyakini bahwa ini adalah
sebuah cerita fiktif namun juga dibeberapa bagian sempat membuat “merinding”
dan menutup buku sejenak. :D
Ketika satu demi satu rahasia
terungkap, walau mungkin seperti kebanyakan kasus pembunuhan, bahwa yang
melakukannya adalah orang terdekat, namun kisah dibalik semua yang terjadi juga
memberikan kejutan tersendiri. Semua sedikit diluar dugaan dan para penulis
mampu membuat pembaca (saya) penasaran hingga bisa menyelesaikan buku ini dalam
satu hari.
Saya jarang sekali membaca novel
dengan nuansa horor yang khas dengan kisah-kisah hantu di Indonesia.
Kalaupun membaca kisah horor banyaknya
adalah cerita-cerita pendek, jarang sekali yang dalam bentuk novel. Dan buku
ini membuat saya mencari buku seperti ini lagi. Ternyata nagih! Hehe
3,5 (3 di GR) / 5 Bintang untuk
senyum badut Oyen. :D
No comments:
Post a Comment