Sunday, January 21, 2018

A Torch Against the Night

Sering kita dengar ungkapan bahwa orang yang paling memiliki peluang untuk menyakitimu adalah mereka yang engkau cintai. Karena pada orang yang kita cintai terkadang kita sadar tak sadar membangun harapan besar. Sehingga kadang, ketika ada hal yang tidak enak dilakukan, walau mungkin harusnya bisa dianggap biasa, karena kita menaruh harapan jadi sedikit lebih menyakitkan daripada dilakukan oleh orang lain.

Tumbuh ya kepercayaan seiring tumbuhnya cinta, itu mungkin menjadi paket pasti yang hadir. Begitupun yang dirasakan Laia, dalam usahanya menyelamatkan kakaknya yang tertangkap dan menjadi tahanan Imperium.

Catatan : untuk yang belum membaca buku pertamanya An Ember in the Ashes mending baca dulu deh, takut ada spoiler yang tak sengaja ada di review buku kedua ini.



Judul : A Torch Against the Night
Penulis : Sabaa Tahir
Alih Bahasa : Yudith Listiandri
Penerbit : Spring
Tebal : 524 Halaman
ISBN : 978 602 6682 11 6

Sinopsis

Elias dan Laia masih menjadi buron, kabur dari Serra menuju pusat Imperium.

Laia bertekad untuk membobol Penjara Kauf - penjara paling berbahaya - untuk menyelamatkan kakaknya, satu-satunya kunci untuk kebebasan kaum Scholar. Sementara itu, Elias bertekad membantu Laia meski itu berarti dia harus membayar dengan kemerdekaannya.

Namun, tampaknya kekuatan dunia ini dan dunia lain bergerak bersama-sama untuk menghalangi keduanya : Kaisar Marcus yang haus darah, Komandan yang kejam, dan yang paling parah Blood Shrike Helene, teman terbaik Elias yang bertugas untuk membunuh mereka berdua.

Akankah mereka selamat kali ini?

***

Buku kedua ini dimulai dengan ketegangan, sama seperti buku pertama. Tapi kali ini, ketegangan saat Laia dan Elias berusaha menyelamatkan diri dari kejaran para tentara Imperium. Hal-hal tak terduga terjadi, bahkan ada juga kehadiran jin yang sempat menghambat langkah mereka. Ikut menarik nafas dalam dan menahan nafas, ketika para tentara seakan bisa menemukannya sewaktu-waktu.

Ketika dia bisa lolos, apakah sampai disitu? Tentu tidak, selanjutnya ada hal tak terduga yang harus dihadapi. Ikut kaget, dan bertanya-tanya mengapa mereka dengan mudah melewati rintangan demi rintangan. Mudah disini, bukan langsung lolos tetap penuh ketegangan tapi mereka sendiri seakan tak menduga akan bisa selamat.

Seperti buku pertama, di buku kedua ini juga dihadirkan kepingan-kepingan puzzle yang membuat saya ingin terus membaca demi mengumpulkan puzzle dan merangkai ya secara utuh.

Di buku ini, sudut pandang bertambah satu, yaitu dari sudut pandang Helene. Bertambahnya sudut pandang ini tak membuat makin bingung, kok, justru seakan makin lengkap ceritanya. Berbagai rasa dihadirkan, ketegangan, ketidak pastian, ketakutan, ketegasan, cinta, persahabatan, keluarga, dan penulis mampu mengajak saya ikut merasakan setiap detail dari rasa-rasa yang dirasakan masing-masing tokoh.

Hal yang saya minta saat selesai baca buku pertama sepertinya terkabul di buku kedua ini. Ya, waktu itu saya cukup penasaran dengan tokoh Keenan. Walau tidak dihadirkan dengan sudut pandang tersendiri namun tokoh ini juga lebih banyak muncul. Keenan pun di buku ini cukup menarik perhatian, dan menjadi benang merah semua puzzle.

Ah ya, tentang rasa sakit yang disebabkan orang yang dicintai yang sempat saya sebut diawal, terjadi pada Laia namun siapa yang menyebabkannya kalian kudu baca sendiri, hahaha. Cukup membuat saya ikut patah hati, huhu.

Overall dari segi cerita, buku ke dua ini menarik walau mungkin tingkat ketegangannya tak sebanyak buku pertama, tapi twistnya lebih menarik di buku kedua ini.

Selain dari ceritannya saya juga terjemahannya, saya suka dengan terjemahannya yang tidak kaku dan minim typo. Kemudian paling suka dengan sampul juga bookmark-nya, unik dan cantik, khas dari Penerbit Spring.

3,5 (bulatkan jadi 4 ya) ⭐️⭐️⭐️⭐️

1 comment:

  1. Baca pembuka review bikin baper. Banyak teka-teki, ya sejujurnya aku bukan penikmat fantasi tapi setelah baca review ini aku kok pengen ya 😥

    ReplyDelete