Wednesday, April 30, 2014

The Journeys 3



PostBar BBI 2014
Tema : Travelling






Membaca buku dengan tema travelling, membawa saya pada dua rasa. Pertama, ketika membacanya saya merasa ikut diajak jalan-jalan ke tempat-tempat yang bahkan mungkin sebelumnya belum pernah saya bayangkan. Ikut menikmati keseruan penulis dalam melakukan perjalanannya.

Kedua, adalah rasa ingin untuk bisa merasakan benar-benar berada di tempat-tempat yang penulis ceritakan. Ah, seandainya pintu kemana saja benar-benar ada. Hehe.

Begitu juga saat membaca buku The Journeys 3 ini.

***

Judul : The Journeys 3
Penulis : Alexander Thian, Alfred Pasifico, Alitt Susanto, Ariev Rahman, Dina “DuaRansel”, Farid Gaban, Hanny Kusumawati, Husni M. Zainal, Jflow, Lucia Nancy, Valiant Budi, Ve Handojo, Windy Ariestanty.
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 381  Halaman
ISBN : 978 979 780 691 0

Sinopsis :

Batas akan tetap menjadi batas, saat tak ada yang benar-benar berani menyebranginya.
Seperti halnya kita menamai utara sebagai utara, karena tak ada yang pernah bertanya kenapa.

Jarak akan tetap menjadi jarak, saat tak ada yang memulai langkah untuk menyudahinya.
Kita hanya menduga-duga, sebelah langit mana yang berwarna lebih merah.

Dan, perjalanan hanya akan menjadi perjalanan saat tak ada yang sudi menceritakan kisah yang menyertanya.

Maka, temuilah, lewati batas, tuntaskan jarak.

Ceritakan – setidaknya kepada diri sendiri, tentang jawaban yang kita temui.

Inilah kisah perjalanan yang akan membuat kita kembali kepada sesuatu yang paling dekat, sejauh apa pun kita melangkah pergi.
Sebuah perjalanan ‘ziarah’; mengunjungi diri sendiri.

***

Namun ada hal yang berbeda, yang saya rasakan saat membaca buku ini. Walau tetap merasakan dua rasa yang saya tuliskan diawal tadi, namun ada hal berbeda dalam buku ini, mungkin karena “tema” yang sedikit berbeda “Sebuah perjalanan ‘ziarah’; mengunjungi diri sendiri.

***
Sebelum mengulik rasa yang berbeda itu, saya coba lebih dulu membagi apa yang saya dapat dari cerita yang ada di buku ini.

1. Berumahkan Kebebas – Husni M. Zainal
Melalui cerita ini saya berasa diajak berjalan-jalan ke salah satu bagian dari Benua Hitam, Afrika. Perjalanan yang mungkin bagi saya lebih disebut sebagai uji nyali. :D
Husni melakukan perjalanannya karena ia membutuhkan jeda dari segala rutinitas yang dijalaninya. Namun, perjalanan yang dipaparkan Husni benar-benar menarik, karena banyak tantangan yang ditaklukannya.
Hingga akhirnya ia menemukan sebuah rumah sesungguhnya; kebebasan.

2. Don’t You Miss Home, Though? – Dina ‘DuaRansel’
Saat awal pembukaan cerita Dina, ada hal yang buat saya tak masuk akal. Mereka berdua, Dina dan Suaminya, homeless. Mereka memilih menjual apartemen dan semua yang mereka miliki hingga hanya menyisahkan dua ransel dan barang-barang yang ada didalamnya. Kemudian mereka melakukan perjalanan, bukan satu bulan atau satu tahun, namun entah sampai kapan.
Namun, dari hal yang bagi saya mungkin tak masuk akal itu, mereka menjalaninya. Dan tentunya banyak cerita menarik yang mereka paparkan, tapi yang paling menarik adalah bagaimana mereka berdua merasa saling memiliki dan memiliki, bagaimana kemudian Dina (dan juga suaminya) menjadikan pasangannya adalah “rumah”.

3. Antara Singapura dan Rumah Mama – Alitt Susanto
Cara berceritanya lucu, tapi kemudian ada yang menohok mendekati akhir cerita. Ada pelajaran dari cerita yang awalnya seperti komedi ini. Zona nyaman ternyata kadang benar-benar membuat terlena yang tak hanya terhadap diri sendiri, tetapi juga tentang kepedulian pada orang lain.

4. Kisah Sushi Nomer Satu di Dunia – Ariev Rahman
Napak tilas sebuah perjalanan dilakukan Ariev untuk mengenang almarhum ayahnya. Dan saya suka dengan tulisan diakhir cerita ini. :D

5. Timur Nusantara: Perjalanan Pulang ke Rumah – Lucia Nancy
Pergi ke suatu tempat yang sama sekali tidak dikenal seorang diri, pastinya suatu yang menantang. Terkadang yang ada dipikiran terlebih dulu adalah hal-hal nggak enaknya, tapi mungkin saat akhirnya mau tak mau harus dijalani ada pengalaman baru di luar dugaan yang akhirnya menjadikan solo travelling seperti candu.

6. Adakah Cinta di India? – Alfred Pasifico
Jika mendengar kata India, maka yang langsung bermunculan dalam benak adalah Bollywood dengan filmnya yang penuh dengan cinta dan tarian. :D Kemudian Taj Mahal yang menjadi simbol cinta. Namun cerita ini membawa saya pada satu realita lain tentang India, dan cinta.

7. Valiant ke Vatikan – Valiant Budi
Sesuatu yang berbeda disampaikan oleh Vabyo. Tentang perjalanannya yang inginnya umroh tetapi karena satu dan lain hal akhirnya ia melancong ke Vatikan. Beberapa hal baru juga aku dapatkan dari cerita Vabyo ini, tentang salib terbalik, kemudian tentang sebuah kebersamaan tanpa embel-embel apapun selain atas nama manusia.

8. Pulang ke Pelukan Mama – Alexander Tian
Ah, salah satu tulisan favoritku. Kekonyolan yang selalu dilakukan oleh Alex saat akan menemui mamanya. Ah, yang paling menyentuh adalah bagaimana akhirnya Alex bertemu dengan mamanya dan akhirnya ia mendapatkan “omelan cinta”. Selain itu bagaimana melalui apa yang terjadi pada Alex, terkadang tersesat itu sendiri bisa membawa kita pada pengalaman yang mungkin tak pernah kita duga, dan itu adalah hal yang berharga.

9. Mari Mabuk, di Dalam Laut! – Farid Gaban
Sekali lagi diingatkan, benarkah kita sudah benar-benar maju. Dalam hal teknologi mungkin, ya… mungkin kita bisa dikatakan maju. Namun bagaimana dengan hubungan kita dengan alam. Benarkah kita sudah maju?

10. Berhenti Sejenak – Hanny Kusumawati
Perjalanan Hanny ke Santorini, mengajarkan pada saya bagaimana menjadi orang baik. Salah satunya adalah berhenti sejenak. Mungkin tidak ada yang salah ketika Hanny waspada pada orang-orang yang tak dikenalnya, namun ketika kewaspadaan itu menjadikannya orang yang (terlihat) sombong, maka itu tidaklah baik. Kadang, berhenti sejenak dan membalas teguran seseorang adalah salah satu cara menjadi orang baik.

11. Slow Travelling in Sydney – Ve Handojo
Saya ikut menikmati perjalanan Ve Handojo di Sydney, ketika akhirnya ia memutuskan untuk tidak lagi tinggal di hotel dan kemudian kesehariannya dilakukan dengan cara membaur dengan penduduk lokal. Ah, ingin juga menikmati perjalanan seperti itu, perjalanan yang tak melulu mendatangi tempat-tempat yang menjadi ikon wisata.

12. Kembali ke Akar – Jflow
Tulisan Jflow ini, entah kenapa aku merasa ada yang kurang. Walau ya, apa yang disampaikannya begitu “dalam”. Tetapi saya seperti menanti bagaimana akhirnya pertemuannya dengan keluarganya, tetapi apa yang dialami Jflow selama perjalanannya pun memberikan pelajaran tersendiri.

13. Menerjemahkan Bahagia – Windy Ariestanty
Cerita yang paling aku suka, walau mungkin di cerita ini Windy nggak terlalu banyak menceritakan tentang tempat dimana dia berada. Tetapi yang lebih menarik adalah perjalanan pemikiran Windy tentang bahagia. Banyak pemikiran yang menarik sekaligus ada yang “menampar”. Sukak!

14. Perjalanan di Balik Sampul Buku Perjalanan – Jeffri Fernando
Perjalanan yang diceritakan Jeffri ini mungkin sangat amat singkat, tetapi tetap ada hal yang memang layak untuk diungkap. :D

***
Mungkin dari sedikit ulasan pada setiap perjalanan di atas bisa terlihat apa yang berbeda dari buku The Journeys 3 ini, selain pastinya dari sinopsisnya. Bahwa buku ini lebih dari sekedar jalan-jalan tetapi ada banyak hal yang bisa didapat dari sebuah perjalanan.

Buat saya, rasanya passsss banget tulisan dari Windy di letakkan sebagai penutup.

3,5 (4 di GR)/5 Bintang untuk sebuah perjalanan ‘ziarah’; mengunjungi diri sendiri.

1 comment:

  1. aku malah baru pernah baca journeys yang pertama aja, yg ke2 dan 3 blum.. kayaknya makin bagus dan beragam ya :)

    ReplyDelete